"INFLUENCER" DESA WISATA INDONESIA

 


Para figur pejuang Desa Wisata seperti Doto Yogantaro (Pentingsari), Udi Hartoko (Pujon Kidul), Sugeng Handoko (Nglanggeran), Alif Faozi (Dieng Kulon), Poernomo Anshori (Gubuklakah), Tatak Sariawan (Candirejo), Tri Harjono (Bleberan), I Nengah Moneng (Panglipuran), dan sebenarnya masih banyak lainnya yang belum disebutkan disini. 

Mereka adalah orang-orang yang diawal mengalami langsung bagaimana kesulitan, kelelahan, bahkan kadang rasa putus asa dalam membangun Desa Wisata berbasis Masyarakat. Karena menyatukan, meyakinkan dan mensinergikan seluruh masyarakat jauh lebih sulit, daripada mendirikan PT, CV atau korporasi usaha.

Pengalaman pahit dalam merintis desa wisata ini tidak mungkin dimiliki atau dialami oleh orang luar, bahkan sekelas akademisi sekalipun yang gelar akademiknya berderet-deret. Karena tidak bisa dibantah bahwa dalam sepuluh tahun terakhir ini minat masyarakat akademisi terhadap desa wisata telah meningkat secara signifikan, seperti yang termuat dalam
 hasil penlitian Carolline Clarke yang mengatakan "In the past ten years it is apparent that the interest of the academic community in rural tourism has increased significantly" (Clarke, 2019:17).

Disinilah eksistensi kapasitas "Influencer" dipertaruhkan dan di buktikan, merekalah yang sebenarnya seorang "Influencer" Desa Wisata sejati. Dengan bekal keinginan serta prioritas pada kemajuan masyarakat Desanya, seakan mereka adalah orang-orang yang telah selesai untuk memikirkan diri mereka sendiri.

Salah satu dari mereka mengungkapkan bahwa "Pemberdayaan Masyarakat Desa Wisata harus di prioritaskan pada Perubahan Mindset positif dan Pengembangan Karakter Produktif Masyarakat, untuk menghasilkan masyarakat yang Mandiri, Berkarakter dan Berkelanjutan". Jika memang demikian, ini adalah sebuah tantangan berat bagi seorang "Influencer" Desa Wisata seperti mereka, karena ternyata untuk menghasilkan keberdayaan masyarakat diutamakan adalah perubahan mindset positif dan pengembangan karakter produktif.

Bisa dibayangkan betapa panjangnya proses tersebut, yang banyak memakan tenaga, waktu, air mata, pikiran bahkan "Emotional Quotient" yang sering berujung pada pertentangan dan konflik sosial internal masyarakat sendiri.

Merekalah sejatinya para "Influencer", pejuang tangguh dan para champion yg membangun desanya untuk Indonesia. Seperti mengutip kata-kata bijak dari Mohammad Hata, bahwa membangun Indonesia bukanlah dengan menciptakan sinar terang di kota, tetapi harus dengan menyalakan cahaya lilin-lilin yang ada di desa untuk menerangi seluruh Indonesia. Salam Berkarakter.


M. Husen Hutagalung
(Peneliti Kualitatif Fenomenologi, Founder Berkarakter Foundation & Pengajar di Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti)



Komentar